Jumat, 09 Desember 2016 |

Gadis Cerdas

Fajar mulai menampakkan kegagahannya, semburat sinar mentari bersiap  menyapa penduduk bumi. Terasa menghangatkan bagi jiwa-jiwa yang sedang merasa kedinginan karena cuaca dingin di pagi hari yang sangat menusuk sampai relung rusuk.

Di sebuah kota sejuk bernama Bandung, dalam rumah 3 lantai berkumpullah santri-santri akhwat penghafal Quran dari berbagai penjuru negeri. Rumah ini menjadi salahsatu saksi terlahirnya para ahlulllah.

Pagi hari di Asrama Daarunnajah, seperti biasa saat Hari Ahad tiba santri selalu mengadakan agenda opsih (operasi bersih) yang mulai dikerjakan setiap pukul 06.00 pagi selepas para santri beraktivitas ba’da subuh.
“Akhwat saatnya piket, silahkan dilihat pembagiannya di mading” suara salah seorang divisi kebersihan asrama mengumumkan perintah opsih melalui microphone.

Mendengar pengumuman tersebut maka beberapa santri berhambur menuju mading yang berada di aula, dan tugasnya sudah dibagi-bagi berdasarkan kamar. Ada yang bersemangat untuk langsung piket, namun ada juga yang asyik dengan Alquran nya dulu untuk sekedar tilawah atau murojaah, karena untuk hari ahad jarang sekali ada yang ziyadah (menambah hafalan) dikarenakan tidak ada setoran.

Kala itu aku mendapat tugas membersihkan kaca-kaca asrama maka aku langsung berbagi tugas dengan anggota kamarku yang lain, kemudian tugas piket itu langsung aku kerjakan, berhubung saat itu aku diamanahi sebagai ketua asrama jadi rasanya malu kalau sebagai ketua tidak bisa memberi contoh.

Ketika aku telah selesai dengan tugasku, kemudian beranjak ke kamar mandi, maka aku melewati WC belakang yang jarang dipakai santri, WC itu sedang dibersihkan oleh seorang akhwat yang baru saja bergabung di asrama ini.

Aku terkagum melihat apa yang dia kerjakan, karena untuk pertama kalinya aku melihat orang yang totalitas dalam melaksanakan piket di WC tersebut yang mana dia sampai menyikat lantai-lantai di bagian luar WC, yang kurang diperhatikan orang-orang sebelumnya dan semua pojokan-pojokan WC pun terlihat sangat bersih. Pada waktu itu aku belum begitu kenal dan akrab dengannya, berhubung dia adalah salahsatu santri baru yang baru masuk sekitar seminggu, sehingga melihatnya aku hanya tersenyum pada gadis itu dan dia pun membalas senyumanku.

Selepas opsi hari itu, aku mulai penasaran dengan santri tersebut dan beberapa pekan berjalan, teman-teman mulai sering menyebut namanya dikarenakan kecepatan dan konsistensinya dalam menghafal, karena saat itu sangat jarang ada santri mahasiswa yang bisa istiqomah setoran menambah hafalan (ziyadah) 2 halaman, sementara di kampus pun dia mengambil jurusan yang bisa dikatakan cukup berat yaitu Pendidikan Matematika.

Aku mulai sering menyapanya dan bahkan tak jarang aku minta disimak olehnya, dan memang dialah satu satunya orang yang tidak pernah menolak untuk menyimak hafalanku saat aku mintai tolong padanya dan mungkin kepada yang lain juga demikian.

Kemudian aku pun memperhatikan buku-buku bacaannya yang mana sering kudapati dia membawa sebuah buku kemanapun dia pergi, dan MasyaAllah... bukunya rata-rata membahas tentang wanita seperti buku dosa-dosa besar wanita ataupun buku bagaimana Muslimah menjaga lisannya. Maka dia pun dengan kerendahan hati senantiasa menjawab pertanyaan-pertanyaanku apakah tentang dunia keislaman ataupun rahasia kemampuan menghafal Al-Qur’an nya. Dia senantiasa tersenyum tulus dan merendah ketika pun orang-orang banyak memujinya.

Aku semakin terkagum ketika suatu hari dia menyerahkan uang yang cukup besar sebagai hadiah kado pernikahan ustadzahnya yang dititipkan padaku, sehingga aku tahu kalau dia adalah gadis yang sangat dermawan.

Semakin hari semakin bertambahlah kekagumanku padanya apalagi setelah Allah takdirkan kami bisa tinggal bersama di asrama sementara yang merupakan rumah ustad sebagai pengganti asrama yang direnovasi.

Semakin hari semakin tampak pula jiwa-jiwa murninya, gadis ini bisa dibilang berkahlak qur’ani, karena tak pernah sekalipun lisannya menyakiti orang disekitarnya meskipun itu dalam candaan, dan akupun mulai tahu kalau dia adalah gadis pemalu nan tawadlu, dipercaya sebagai ketua asrama tak membuatnya terlihat berbeda. Setiap pagi selepas salat subuh dan zikir bersama ia pasti beranjak untuk membersihkan ruang keluarga, merapihkan meja-meja dan segala bentuk kegiatan beres-beres ia lakukan meskipun bukan jadwal piketnya.

Di asrama baru itu kemampuan menghafalnya pun semakin meningkat, hingga setiap harinya dia bisa setor 3-4 halaman. Ketika mulai dekat dan akrab aku ceritakan padanya mengenai kekurangan dan kelambatanku dalam menghafal dan kembali pula aku tanyakan perihal rahasia kecepatan hafalnnya.

Dia tetap dengan rendah hati dan pemalunya saat menjawab pertanyaan ku itu “tak ada yang rahasia teh” ucapnya padaku. tentu aku tidak serta merta percaya karena biasanya orang yang Allah mudahkan pasti punya amalan rahasia. Sehingga kembali aku angkat bicara “ayolah teh beri tahu Elfa..” bujukku sambil tersenyum. “Mungkin karena semenjak SMA saya senantiasa datang pertama ketika ada pelajaran, perkuliahan ataupun saat sekarang ada halaqah. Kenapa datang pertama, karena saya senang membereskan meja-meja dan kursi-kursi itu terlebih dahulu.” Ungkapnya. Kemudian dia melanjutnkan, “datang tepat waktu dan membereskan bangku kuliah atau bangku halaqah adalah amal saleh bagi saya dan mungkin karena itulah Allah menghendaki saya cepat menghafal.”

Ada hal lain yang juga membuatku ku bertanya-tanya yaitu sangat jarangnya dia mengerjakan tugas kuliah sementara semua santri pasti ada saja waktu di asramanya yang digunakan untuk mengerjakan tugas namun dia tidak. Ketika aku bertanya akan hal ini, maka dia menjawab kalau semua tugas-tugas kuliahnya selalu ia kerjakan di kampus, jadi setiap pulang kuliah tugasnya selalu langsung dia selesaikan.


Pantaslah jika dia disebut sebagai gadis cerdas yang tidak hanya cepat dalam menghafal alqur’an namun juga berprestasi dalam hal akademik dengan IPK nya yang tidak pernah kurang dari 3,6. Sehingga ia pun mendapat beasiswa full untuk gelar masternya.

0 komentar:

Posting Komentar