Fajar mulai menampakkan kegagahannya, semburat
sinar mentari bersiap menyapa penduduk
bumi. Terasa menghangatkan bagi jiwa-jiwa yang sedang merasa kedinginan karena
cuaca dingin di pagi hari yang sangat menusuk sampai relung rusuk.
Di sebuah kota sejuk bernama Bandung, dalam
rumah 3 lantai berkumpullah santri-santri akhwat penghafal Quran dari berbagai
penjuru negeri. Rumah ini menjadi salahsatu saksi terlahirnya para ahlulllah.
Pagi hari di Asrama Daarunnajah, seperti biasa
saat Hari Ahad tiba santri selalu mengadakan agenda opsih (operasi bersih) yang
mulai dikerjakan setiap pukul 06.00 pagi selepas para santri beraktivitas ba’da
subuh.
“Akhwat saatnya piket, silahkan dilihat
pembagiannya di mading” suara salah seorang divisi kebersihan asrama mengumumkan
perintah opsih melalui microphone.
Mendengar pengumuman tersebut maka beberapa
santri berhambur menuju mading yang berada di aula, dan tugasnya sudah
dibagi-bagi berdasarkan kamar. Ada yang bersemangat untuk langsung piket, namun
ada juga yang asyik dengan Alquran nya dulu untuk sekedar tilawah atau
murojaah, karena untuk hari ahad jarang sekali ada yang ziyadah (menambah
hafalan) dikarenakan tidak ada setoran.
Kala itu aku mendapat tugas membersihkan
kaca-kaca asrama maka aku langsung berbagi tugas dengan anggota kamarku yang
lain, kemudian tugas piket itu langsung aku kerjakan, berhubung saat itu aku
diamanahi sebagai ketua asrama jadi rasanya malu kalau sebagai ketua tidak bisa
memberi contoh.
Ketika aku telah selesai dengan tugasku,
kemudian beranjak ke kamar mandi, maka aku melewati WC belakang yang jarang
dipakai santri, WC itu sedang dibersihkan oleh seorang akhwat yang baru saja
bergabung di asrama ini.
Aku terkagum melihat apa yang dia kerjakan,
karena untuk pertama kalinya aku melihat orang yang totalitas dalam
melaksanakan piket di WC tersebut yang mana dia sampai menyikat lantai-lantai
di bagian luar WC, yang kurang diperhatikan orang-orang sebelumnya dan semua
pojokan-pojokan WC pun terlihat sangat bersih. Pada waktu itu aku belum begitu
kenal dan akrab dengannya, berhubung dia adalah salahsatu santri baru yang baru
masuk sekitar seminggu, sehingga melihatnya aku hanya tersenyum pada gadis itu
dan dia pun membalas senyumanku.
Selepas opsi hari itu, aku mulai penasaran
dengan santri tersebut dan beberapa pekan berjalan, teman-teman mulai sering
menyebut namanya dikarenakan kecepatan dan konsistensinya dalam menghafal,
karena saat itu sangat jarang ada santri mahasiswa yang bisa istiqomah setoran
menambah hafalan (ziyadah) 2 halaman, sementara di kampus pun dia mengambil
jurusan yang bisa dikatakan cukup berat yaitu Pendidikan Matematika.
Aku mulai sering menyapanya dan bahkan tak
jarang aku minta disimak olehnya, dan memang dialah satu satunya orang yang
tidak pernah menolak untuk menyimak hafalanku saat aku mintai tolong padanya
dan mungkin kepada yang lain juga demikian.
Kemudian aku pun memperhatikan buku-buku
bacaannya yang mana sering kudapati dia membawa sebuah buku kemanapun dia
pergi, dan MasyaAllah... bukunya rata-rata membahas tentang wanita seperti buku
dosa-dosa besar wanita ataupun buku bagaimana Muslimah menjaga lisannya. Maka
dia pun dengan kerendahan hati senantiasa menjawab pertanyaan-pertanyaanku
apakah tentang dunia keislaman ataupun rahasia kemampuan menghafal Al-Qur’an
nya. Dia senantiasa tersenyum tulus dan merendah ketika pun orang-orang banyak
memujinya.
Aku semakin terkagum ketika suatu hari dia
menyerahkan uang yang cukup besar sebagai hadiah kado pernikahan ustadzahnya
yang dititipkan padaku, sehingga aku tahu kalau dia adalah gadis yang sangat
dermawan.
Semakin hari semakin bertambahlah
kekagumanku padanya apalagi setelah Allah takdirkan kami bisa tinggal bersama
di asrama sementara yang merupakan rumah ustad sebagai pengganti asrama yang
direnovasi.
Semakin hari semakin tampak pula jiwa-jiwa
murninya, gadis ini bisa dibilang berkahlak qur’ani, karena tak pernah
sekalipun lisannya menyakiti orang disekitarnya meskipun itu dalam candaan, dan
akupun mulai tahu kalau dia adalah gadis pemalu nan tawadlu, dipercaya sebagai
ketua asrama tak membuatnya terlihat berbeda. Setiap pagi selepas salat subuh
dan zikir bersama ia pasti beranjak untuk membersihkan ruang keluarga,
merapihkan meja-meja dan segala bentuk kegiatan beres-beres ia lakukan meskipun
bukan jadwal piketnya.
Di asrama baru itu kemampuan menghafalnya pun
semakin meningkat, hingga setiap harinya dia bisa setor 3-4 halaman. Ketika
mulai dekat dan akrab aku ceritakan padanya mengenai kekurangan dan
kelambatanku dalam menghafal dan kembali pula aku tanyakan perihal rahasia
kecepatan hafalnnya.
Dia tetap dengan rendah hati dan pemalunya saat
menjawab pertanyaan ku itu “tak ada yang rahasia teh” ucapnya padaku. tentu aku
tidak serta merta percaya karena biasanya orang yang Allah mudahkan pasti punya
amalan rahasia. Sehingga kembali aku angkat bicara “ayolah teh beri tahu
Elfa..” bujukku sambil tersenyum. “Mungkin karena semenjak SMA saya senantiasa
datang pertama ketika ada pelajaran, perkuliahan ataupun saat sekarang ada
halaqah. Kenapa datang pertama, karena saya senang membereskan meja-meja dan
kursi-kursi itu terlebih dahulu.” Ungkapnya. Kemudian dia melanjutnkan, “datang
tepat waktu dan membereskan bangku kuliah atau bangku halaqah adalah amal saleh
bagi saya dan mungkin karena itulah Allah menghendaki saya cepat menghafal.”
Ada hal lain yang juga membuatku ku
bertanya-tanya yaitu sangat jarangnya dia mengerjakan tugas kuliah sementara
semua santri pasti ada saja waktu di asramanya yang digunakan untuk mengerjakan
tugas namun dia tidak. Ketika aku bertanya akan hal ini, maka dia menjawab
kalau semua tugas-tugas kuliahnya selalu ia kerjakan di kampus, jadi setiap
pulang kuliah tugasnya selalu langsung dia selesaikan.
Pantaslah jika dia disebut sebagai gadis
cerdas yang tidak hanya cepat dalam menghafal alqur’an namun juga berprestasi
dalam hal akademik dengan IPK nya yang tidak pernah kurang dari 3,6. Sehingga ia pun mendapat beasiswa full untuk gelar masternya.
0 komentar:
Posting Komentar