Sabtu, 17 Desember 2016 |

Rumah Kesuksesan


Hari ini aku menyengaja meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat yang begitu berarti selama aku di Bandung. Daarun Najah itulah nama asramaku tiga tahun yang lalu. Asrama khusus santri akhwat Daarut Tauhiid yang sebelumnya dihuni oleh berbagai program, kemudian diambil alih jadi asrama khusus santri tahfidz. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Daar berarti rumah dan najah berarti berhasil atau sukses. Maka tempat ini bisa dikatakan sebagai rumah kesuksesan begitulah aku senang menyebutnya. Berada di dalamnya seolah kami senantiasa di doakan untuk menjadi pribadi yang sukses dunia akhirat.

Dan rumah ini telah menjadi saksi bisu perjuangan akhwat (jamak dari wanita) untuk bisa menjadi hafidzah dan menjadi muslimah great mother masa depan. Beberapa tahun yang lalu adalah aku bersama teman-teman seangkatanku yang menggaungkan ayat-ayat sucinya di rumah ini. Namun kini waktu telah berganti dan wajah-wajah baru yang kini hadir disini.
Kini wajah rumah inipun telah berubah, sudah tak ada lagi kolam di halaman depannya yang biasa diisi oleh santri-santri yang melanggar peraturan.


Aku menatap bangunan itu takjub, dua tahun yang lalu lingkungan Daarun Najah ini terdiri dari rumah dan satu ruangan kosong saja. Kini ruang kosong (aula) telah berganti menjadi bangunan tiga lantai yang cukup megah, dan dilengkapi juga dengan ruang bawah tanah yang menambah kapasitas santri disini.

Udara disini masih sejuk seperti sedia kala, aku kini memang sudah tak tinggal disini lagi tapi kenangan akan Daarun Najah tak pernah lekang dari ingatan.

Dulu, kami setiap hari menyapu halaman, menyiram tanaman lalu duduk dibawah pohon untuk sekedar rehat atau menyengaja menghafal alqur’an. (Sayang pohon besarnya sekarang sudah tak ada)

Dulu, kami berkejaran menuju gerbang asrama atau manjat tembok ketika gerbang telah lebih dulu dikunci. Tentang berkejar-kejaran ini aku teringat ketika aku, Ira, dan Purnama balapan untuk segera sampai asrama antara “jalan kaki vs naik sepeda”. Aku dan Purnama lari kencang sementara Ira menaiki sepeda, kami berlomba lari dan mengayuh sepeda sambil berteriak “aku akan Khatam duluan” dengan penuh semangat dan keceriaan akhirnya kami sampai. Maka yang jadi pemenang dalam balapan itu adalah Ira dan MasyaAllah.... dalam kehidupan nyata ternyata benar dia duluan Khatam meski duluan pula keluar dari pesantren karena tekadnya mengejar mimpi yang lain yaitu berumah tangga dan kuliah di luar negeri. Alhamdulillah sekarang Ira sedang menunut ilmu di Pakistan bersama suaminya. Sebuah impian yang jadi kenyataan dan kami mejadi lebih bersemangat untuk mencapai hal yang sama. Semoga secepatnya.

Dulu, setiap hari Ahad ada yang namanya opsih (operasi bersih) dlanjutkan dengan masak dan makan bersama seluruh santri. Dan saat-saat makan di nampan ini sangat aku rindukan.

Dulu, manjat atap rumah tetangga adalah hobiku dan Ira maksudnya untuk mencari tempat yang nyaman dalam menghafal. Dasar kami akhwat nekad, yang penting bukan untuk kabur atau maling.hehe.... Lalu saat sedang ramai peristiwa pencurian kamipun membuat jadwal piket jaga malam, dengan pembagian dua shiif ; shif satu jam sepuluh sampai jam dua belas malam, shif dua jam dua belas sampai jam dua pagi, setelah itu barulah yang piket membangunkan seluruh santri, maka pada masa-masa itu kami sedikit sekali tidur.

Dulu, antri kamar mandi adalah hal biasa bagi kami dan jam 4 dini hari sudah ada hitungan mundur tim keamanan untuk bergegas ke mesjid, maka setiap subuh kami berjalan menuju mesjid Daarut Tauhiid yang jaraknya sekitar 1 km.

Kemudian yang juga terkenang adalah kejadian-kejadian horor seperti kesurupan dan penampakkan yang pernah terjadi di rumah ini. Tapi itu dulu, insyaAllah sekarang sudah tak ada horor-horor lagi.ahha...

Itulah sekelumit kenanganku di Rumah Kesuksesan (Daarun Najah) yang membuatku tersadar bahwa waktu begitu cepat berjalan, lalu aku masih seperti ini "mana kesuksesan yang dapat aku persembahkan?" dan kini Daarun Najah (DN) pun telah berubah, kecuali saung tempat setoran yang masih gagah berdiri seperti beberapa tahun sebelumnya. J


Apa yang terjadi menyadarkan bahwa inilah kehidupan, dan Allah perjalankan dan putarkan 
kehidupan ini sesuai dengan kehendak-NYA. Tugas kita saat ini adalah menjadi sebaik-baiknya hamba dengan amanah yang Allah titipkan.
Kenangan memang tak bisa diulang tapi kita bisa mengulangi kebahagiaan di dalamnya. Bersyukur dengan apa yang ada dan berusaha untuk menjadi insan yang lebih baik setiap harinya, mewujudkan do’a dari Daarun Najah.


Terimakasih Daarun Najah. Jazaakallahu khairan katsir terkhusus untuk hamba Allah yang telah mewafakafkan rumahnya menjadi asrama santri. Betapa pahala besar telah menanti untuk siapapun yang menjadi jalan berdirinya Daarun Najah ini. Barakallah.....



Elfatunnisa Faridah for #30DWC days 17

0 komentar:

Posting Komentar