Hari ini aku menyengaja meluangkan waktu untuk mengunjungi tempat yang begitu berarti selama aku di Bandung. Daarun Najah itulah nama asramaku tiga tahun yang lalu. Asrama khusus santri akhwat Daarut Tauhiid yang sebelumnya dihuni oleh berbagai program, kemudian diambil alih jadi asrama khusus santri tahfidz. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia Daar berarti rumah dan najah berarti berhasil atau sukses. Maka tempat ini bisa dikatakan sebagai rumah kesuksesan begitulah aku senang menyebutnya. Berada di dalamnya seolah kami senantiasa di doakan untuk menjadi pribadi yang sukses dunia akhirat.
Dan rumah ini telah menjadi saksi bisu perjuangan akhwat
(jamak dari wanita) untuk bisa menjadi hafidzah dan menjadi muslimah great
mother masa depan. Beberapa tahun yang lalu adalah aku bersama teman-teman
seangkatanku yang menggaungkan ayat-ayat sucinya di rumah ini. Namun kini waktu
telah berganti dan wajah-wajah baru yang kini hadir disini.
Kini wajah rumah inipun telah berubah, sudah tak ada lagi kolam
di halaman depannya yang biasa diisi oleh santri-santri yang melanggar
peraturan.
Aku menatap bangunan itu takjub, dua tahun yang lalu
lingkungan Daarun Najah ini terdiri dari rumah dan satu ruangan kosong saja.
Kini ruang kosong (aula) telah berganti menjadi bangunan tiga lantai yang cukup
megah, dan dilengkapi juga dengan ruang bawah tanah yang menambah kapasitas
santri disini.
Udara disini masih sejuk seperti sedia kala, aku kini memang
sudah tak tinggal disini lagi tapi kenangan akan Daarun Najah tak pernah lekang
dari ingatan.
Dulu, kami setiap hari menyapu halaman, menyiram tanaman lalu
duduk dibawah pohon untuk sekedar rehat atau menyengaja menghafal alqur’an. (Sayang
pohon besarnya sekarang sudah tak ada)
Dulu, kami berkejaran menuju gerbang asrama atau manjat
tembok ketika gerbang telah lebih dulu dikunci. Tentang berkejar-kejaran ini aku
teringat ketika aku, Ira, dan Purnama balapan untuk segera sampai asrama antara
“jalan kaki vs naik sepeda”. Aku dan Purnama lari kencang sementara Ira menaiki
sepeda, kami berlomba lari dan mengayuh sepeda sambil berteriak “aku akan
Khatam duluan” dengan penuh semangat dan keceriaan akhirnya kami sampai. Maka
yang jadi pemenang dalam balapan itu adalah Ira dan MasyaAllah.... dalam
kehidupan nyata ternyata benar dia duluan Khatam meski duluan pula keluar dari
pesantren karena tekadnya mengejar mimpi yang lain yaitu berumah tangga dan
kuliah di luar negeri. Alhamdulillah sekarang Ira sedang menunut ilmu di
Pakistan bersama suaminya. Sebuah impian yang jadi kenyataan dan kami mejadi
lebih bersemangat untuk mencapai hal yang sama. Semoga secepatnya.
Dulu, setiap hari Ahad ada yang namanya opsih (operasi
bersih) dlanjutkan dengan masak dan makan bersama seluruh santri. Dan saat-saat
makan di nampan ini sangat aku rindukan.
Dulu, manjat atap rumah tetangga adalah hobiku dan Ira
maksudnya untuk mencari tempat yang nyaman dalam menghafal. Dasar kami akhwat
nekad, yang penting bukan untuk kabur atau maling.hehe.... Lalu saat sedang
ramai peristiwa pencurian kamipun membuat jadwal piket jaga malam, dengan
pembagian dua shiif ; shif satu jam sepuluh sampai jam dua belas malam, shif
dua jam dua belas sampai jam dua pagi, setelah itu barulah yang piket
membangunkan seluruh santri, maka pada masa-masa itu kami sedikit sekali tidur.
Dulu, antri kamar mandi adalah hal biasa bagi kami dan jam 4
dini hari sudah ada hitungan mundur tim keamanan untuk bergegas ke mesjid, maka
setiap subuh kami berjalan menuju mesjid Daarut Tauhiid yang jaraknya sekitar 1
km.
Kemudian yang juga terkenang adalah kejadian-kejadian horor
seperti kesurupan dan penampakkan yang pernah terjadi di rumah ini. Tapi itu
dulu, insyaAllah sekarang sudah tak ada horor-horor lagi.ahha...
Itulah sekelumit kenanganku di Rumah Kesuksesan (Daarun
Najah) yang membuatku tersadar bahwa waktu begitu cepat berjalan, lalu aku masih seperti ini "mana kesuksesan yang dapat aku persembahkan?" dan kini Daarun Najah (DN) pun telah berubah, kecuali saung tempat setoran yang masih gagah berdiri seperti
beberapa tahun sebelumnya. J
Apa yang terjadi menyadarkan bahwa inilah kehidupan, dan Allah
perjalankan dan putarkan
kehidupan ini sesuai dengan kehendak-NYA. Tugas kita saat
ini adalah menjadi sebaik-baiknya hamba dengan amanah yang Allah titipkan.
Kenangan memang tak bisa diulang tapi kita bisa mengulangi kebahagiaan di
dalamnya. Bersyukur dengan apa yang ada dan berusaha untuk menjadi insan yang lebih
baik setiap harinya, mewujudkan do’a dari Daarun Najah.
Terimakasih Daarun Najah. Jazaakallahu khairan katsir
terkhusus untuk hamba Allah yang telah mewafakafkan rumahnya menjadi asrama
santri. Betapa pahala besar telah menanti untuk siapapun yang menjadi jalan
berdirinya Daarun Najah ini. Barakallah.....
Elfatunnisa Faridah for #30DWC days 17
Elfatunnisa Faridah for #30DWC days 17
0 komentar:
Posting Komentar