Pagi hari di asrama Darul
Iman,
“akhwat waktu tinggal 2
menit lagi yang sudah siap kumpul di depan aula yaa” teriak mudarisah asrama
kami.
“akhawat ayoo cepat sudah
jam 08.00, sepuluh hitungan mundur ya.... sepuluh... “bentar ustadzah” teriak
salah seorang santri. Kemudian hitungan itu berlanjut kembali hingga
“sembilan... delapan........... lima........ tiga....dua...satu” terbayangkan
bahwa pada detik-detik itu kita (santri akhwat) sedang rempong-rempongnya ada
yang berkerudung, ada yang pake kaos kaki, ada yang nyari sepatu, ada yang
sudah jalan menuruni anak tangga dan semuanya dilakukan dengan gerak cepat.
Karena kami tak mau menerima “iqob” (hukuman) yang akan diberikan pihak
keamanan yaitu push-up 20 kali.
Hari ini kami akan
mengikuti manasik haji dan umroh yang diselenggarakan pihak pesantren untuk
seluruh santri program yang ada di Daarut Tauhiid. Sehingga berlakulah
kewajiban untuk mengenakan baju yang serba putih.
Maka aku yang telah lebih
dulu siap, telah menunggu sampai semua santri berkumpul di halaman asrama,
tepatnya lantai satu asrama Daarul Iman. Kemudian aku sebagai salahsatu santri
senior ditunjuk untuk mempimpin do’a. Kamipun berdoa bersama dan saling
menasihati untuk meluruskan niat, juga agar berazam untuk bersungguh-sungguh
mengikuti manasik ini agar Allah menghendaki para santri untuk bisa benar-benar
diundang ke Baitullah.
Selesai berdo’a. “Silahkan
semuanya langsung menuju DOM Sentral 5” ungkap ustadzah kami.
Setelah hampir semua
santri beranjak menuju DOM, hanya terisa aku dan dua sabatku dihalaman itu.
“Teh ini mah baju
pengantin ya” ucapku sambil memandang gamis yang dikenakan oleh Tania.
“ia teh” ucap dia sambil
tersenyum lebar. “Tadinya aku kan mau menikah selepas Ramdhan tahun ini, tapi
apa mau dikata ternyata belum waktunya.”
“MasyaAllah ternyata
sudah sampai bikin gaun segala” ucapku spontan. Aku tahu tentang gagalnya
rencana pernikahan Tania yang telah sangat dia idamkan. Aku tahu bagaimana
keraguannya dengan ikhwan yang dia pilih sendiri tp harus berakhir setelahnya
ada khitbah. Hanya saja aku tak menyangka kalau dia sudah sampai bikin baju
nikah, karena pada waktu itu masih lama menuju pernikahan (sudah khitbah namun
belum menentukan tanggal).
Beberapa jam selanjutnya
berlangsunglah kegiatan manasik Haji dan Umroh tersebut yang bertempat di Aula
Daarul Hajj. Santri Akhwat berpakaian serba putih sedangkan santri ikhwan hanya
berbusanakan kain ihrom. Tentunya tidak lepas syal sebagai tanda pengenal program
yang santri ikuti. Hingga tiba waktu sore pada rangkaian ibadah Mabit di
Muzdalifah. Sehingga kami melakukan perjalanan yang dari mesjid DT (sebagai Arofah)
ke mesjid Lukmanul Hakim di kampus Polban (sebagai Muzdalifah) untuk untuk kami
melakukan mabit disana (sekaligus mabit dalam arti sebenarnya).
Kejadian menariknya adalah
ketika perjalann mernuju Muzdalifah hujan pun turun, awalnya hanya hujan kecil
namun tak berapa lama hujannya semakin besar. Maka di waktu menjelang magrib
kita berhenti di tempat teduh di pinggir jalan.
Hingga hampir satu jam
terjebak hujan, kemudian setelah reda kami melanjutkan perjalanan kembali
dengan diiringi teriakan “labaikkallahumma labaik, la baikka la syari ka labaik”
Sesampainya di mesjid Polban
kami baru sadar bahwa kebanyakan baju kami kotor dan gamis-gamis putih itu
telah berubah warna menjadi warna coklat. Seketika aku mendekati Tania “Tan
sayang sekali sekarang gaun pengantinmu telah berubah warna.” Tania hanya
tertawa dan berkata “gapapa teh nanti bisa bikin lagi.”
Cerita manasik dengan
baju pengantin yang tak lagi baru dan bersih menjadi moment MOVE ON untuk
Tania. Air hujan yang menetes bersama lumpur-lumpur yang menempel dibajunya
adalah tanda tertutupnya segala kesedihan yang menyelimuti hatinya. Maka esok
hari setelah baju itu putih kembali adalah tanda bahwa hatinya pun telah
kembali kosong (bersih) dari bayang-banyang seseorang yang tak jadi pendamping
hidupnya.
*Dari Tania aku belajar, bahwa kebanyakan wanita memiliki jiwa VISIONER. Bahkan sebelum tanggal pernikahan ditentukan kita sudah berusaha menyiapkan semuany jauh-jauh hari.So, wahai para lelaki jangan kecewakan calon makmum kalian.