Sabtu, 01 Oktober 2016 |

Gaun Pengantin

Pagi hari di asrama Darul Iman,

“akhwat waktu tinggal 2 menit lagi yang sudah siap kumpul di depan aula yaa” teriak mudarisah asrama kami.
“akhawat ayoo cepat sudah jam 08.00, sepuluh hitungan mundur ya.... sepuluh... “bentar ustadzah” teriak salah seorang santri. Kemudian hitungan itu berlanjut kembali hingga “sembilan... delapan........... lima........ tiga....dua...satu” terbayangkan bahwa pada detik-detik itu kita (santri akhwat) sedang rempong-rempongnya ada yang berkerudung, ada yang pake kaos kaki, ada yang nyari sepatu, ada yang sudah jalan menuruni anak tangga dan semuanya dilakukan dengan gerak cepat. Karena kami tak mau menerima “iqob” (hukuman) yang akan diberikan pihak keamanan yaitu push-up 20 kali.

Hari ini kami akan mengikuti manasik haji dan umroh yang diselenggarakan pihak pesantren untuk seluruh santri program yang ada di Daarut Tauhiid. Sehingga berlakulah kewajiban untuk mengenakan baju yang serba putih.

Maka aku yang telah lebih dulu siap, telah menunggu sampai semua santri berkumpul di halaman asrama, tepatnya lantai satu asrama Daarul Iman. Kemudian aku sebagai salahsatu santri senior ditunjuk untuk mempimpin do’a. Kamipun berdoa bersama dan saling menasihati untuk meluruskan niat, juga agar berazam untuk bersungguh-sungguh mengikuti manasik ini agar Allah menghendaki para santri untuk bisa benar-benar diundang ke Baitullah.

Selesai berdo’a. “Silahkan semuanya langsung menuju DOM Sentral 5” ungkap ustadzah kami.
Setelah hampir semua santri beranjak menuju DOM, hanya terisa aku dan dua sabatku dihalaman itu.

“Teh ini mah baju pengantin ya” ucapku sambil memandang gamis yang dikenakan oleh Tania.
“ia teh” ucap dia sambil tersenyum lebar. “Tadinya aku kan mau menikah selepas Ramdhan tahun ini, tapi apa mau dikata ternyata belum waktunya.”
“MasyaAllah ternyata sudah sampai bikin gaun segala” ucapku spontan. Aku tahu tentang gagalnya rencana pernikahan Tania yang telah sangat dia idamkan. Aku tahu bagaimana keraguannya dengan ikhwan yang dia pilih sendiri tp harus berakhir setelahnya ada khitbah. Hanya saja aku tak menyangka kalau dia sudah sampai bikin baju nikah, karena pada waktu itu masih lama menuju pernikahan (sudah khitbah namun belum menentukan tanggal).

Beberapa jam selanjutnya berlangsunglah kegiatan manasik Haji dan Umroh tersebut yang bertempat di Aula Daarul Hajj. Santri Akhwat berpakaian serba putih sedangkan santri ikhwan hanya berbusanakan kain ihrom. Tentunya tidak lepas syal sebagai tanda pengenal program yang santri ikuti. Hingga tiba waktu sore pada rangkaian ibadah Mabit di Muzdalifah. Sehingga kami melakukan perjalanan yang dari mesjid DT (sebagai Arofah) ke mesjid Lukmanul Hakim di kampus Polban (sebagai Muzdalifah) untuk untuk kami melakukan mabit disana (sekaligus mabit dalam arti sebenarnya).

Kejadian menariknya adalah ketika perjalann mernuju Muzdalifah hujan pun turun, awalnya hanya hujan kecil namun tak berapa lama hujannya semakin besar. Maka di waktu menjelang magrib kita berhenti di tempat teduh di pinggir jalan.

Hingga hampir satu jam terjebak hujan, kemudian setelah reda kami melanjutkan perjalanan kembali dengan diiringi teriakan “labaikkallahumma labaik, la baikka la syari ka labaik”
Sesampainya di mesjid Polban kami baru sadar bahwa kebanyakan baju kami kotor dan gamis-gamis putih itu telah berubah warna menjadi warna coklat. Seketika aku mendekati Tania “Tan sayang sekali sekarang gaun pengantinmu telah berubah warna.” Tania hanya tertawa dan berkata “gapapa teh nanti bisa bikin lagi.”


Cerita manasik dengan baju pengantin yang tak lagi baru dan bersih menjadi moment MOVE ON untuk Tania. Air hujan yang menetes bersama lumpur-lumpur yang menempel dibajunya adalah tanda tertutupnya segala kesedihan yang menyelimuti hatinya. Maka esok hari setelah baju itu putih kembali adalah tanda bahwa hatinya pun telah kembali kosong (bersih) dari bayang-banyang seseorang yang tak jadi pendamping hidupnya.


Keep Moving Forward ya Tan!!
*Dari Tania aku belajar, bahwa kebanyakan wanita memiliki jiwa VISIONER. Bahkan sebelum tanggal pernikahan ditentukan kita sudah berusaha menyiapkan semuany jauh-jauh hari.So, wahai para lelaki jangan kecewakan calon makmum kalian.