Sabtu, 23 April 2016 |

The Strong Lecture




Mesjid Daarut Tauhiid, pagi itu aku harus kuliah jam 07.00 dengan dosen yang super disiplin. Maka pukul 06.30 aku mohon ijin kepada ustadzah untuk duluan meninggalkan halaqah karena aku tak mau terlambat ke kampus. 

Sesampainya di asrama teman-teman yang sedang halaqah di saung lantas bertanya “teh sudah beli makan untuk Anis?”
“belum, aku lupa gak bawa uang.” Jawabku refleks.
“ini teh pakai uang saya, sekalian titip belikan untuk teh Nurso” ucap Fatimah sambil menyerahkan uang lima puluh ribu.
Asal diketahui pada hari itu ada dua orang sahabat santri yang sakit dan salahsatunya adalah teman kamarku sendiri.

Entahlah saat itu aku tidak bisa menolak, karena merasa sudah berjanji juga untuk membelikan Anis sarapan, meski di satu sisi aku merasakan pergolakan batin karena tak boleh terlambat datang ke kelas, jika tidak bisa-bisa aku dianggap tidak hadir. Maka seketika aku bicara pada diriku sendiri “Bismillah, ini adalah ladang amalku dan aku harus yakin bahwa Allah pasti memberikan kemudahan jika kita menolong orang lain, termasuk menolong orang sakit”

Maka aku pun berbalik arah lagi dengan maksud mencari makan untuk kedua temanku yang sakit itu.
Hingga akhirnya aku kembali ke asrama dan jam sudah menunjukkan pukul tujuh kurang lima menit sementara aku pun belum persiapan kuliah sama sekali termasuk seperti nyiapin buku kuliah dan kerudung ganti.

Segera aku berlari dan mempersiapkan semuanya, oke setelah semuanya siap aku berangkat pukul 07.06 sementara perjalanan asrama-kampus sekitar 10-15 menit. Maka pagi itu aku putuskan untuk berlari, dan betapa terkejutnya aku ketika sampai di gerbang kampus ternyata dosenku pun sedang melakukan hal yang sama yaitu berlari. Tentu saja hal itu pasti beliau lakukan, karena beliau adalah orang yang memiliki integritas yang tinggi akan waktu jadi otomatis beliau akan sangat merasa bersalah kalau terlambat sedikit saja.

Maka seketika hatiku bicara “Alhamdulillah belum terlambat, benarlah bahwa Allah Maha Baik” dan aku putuskan untuk berlari lebih kencang dari beliau secara dari segi usiapun aku seharusnya malu kalau sampai keduluan.

Maka saat ini aku lari sekencangnya Alhamdulillah aku sampai di kelas pukul 07.12 dalam keadaan keringat bercucuran dan nafas yang tidak beraturan, maka tak berapa lama hanya dua menit berselang dosenku pun sampai di kelas namun anehnya beliau tidak seperti orang yang kecapean sudah berlari. Bahkan tenang seperti hari-hari biasa, menyapa mahasiswa dan langsung mengabsen. Keringatnya pun tidak bercucuran seperti aku, dan beliau hanya berkata maaf karena terlambat.

Dan tahukah teman-teman kenapa saya menceritakan kisah ini?? Karena asal diketahui saja bahwa sesungguhnya usia DOSENku itu sudah menginjak 80 tahun dan beliau adalah dosen tertua di jurusanku bahkan sebenarnya beliau sudah lama pensiun namun karena ilmunya masih dibutuhkan maka beliau memilih untuk tetap mengajar. masyaAllah...

Beliau sering berkata “Saya sangat heran ketika melihat mahasiswa terbiasa naik lift bukannya naik tangga padahal anak muda harus dibiasakan untuk menghindari lift agar dapat latihan memompa jantung sehingga ketika tua nanti bisa terhindar dari penyakit struk dan yang lainnya”.
MasyaAllah itulah beliau yang hampir setiap hari berjalan cepat dan menaiki tangga menuju lantai tiga ruang kelas belajar.

Beliau dengan usianya yang bisa dikatakan sepuh namun selalu saja membuat saya haru dengan integritas juga pengajarannya.

“Untuk dosenku yang baik hati, semoga Allah senantiasa menjaga kesehatanmu hingga kami senantiasa mendapatkan ilmumu. Aamiin....”

0 komentar:

Posting Komentar