"Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah semata, Tuhan seru sekalian alam".
Minggu, 28 Agustus 2016
|
Padamu Aku Merindu, Pada-NYA Aku Mengadu
Mungkin saat ini aku dan kamu tengah sama-sama merindu
Namun apa daya Tuhan belum berkehendak untuk kita bersatu
Entah dibelahan bumi mana dirimu kini berada
Meski jarak tak terhingga, meski raga tak pernah saling berjumpa
Tapi lantunan pinta kita biarlah membumbung di langit doa
Menghiasi setiap relung sepi di sepertiga malam terakhir
Sabar dan memantaskan diri, itulah pilihan terbaik saat ini
Cukuplah aku menjagamu dalam taat pada Rabbku
Semoga berjumpa dalam waktu dan iman yang terbaik
Selasa, 23 Agustus 2016
|
Ulasan Ephemera
Berawal dari link blog ceritahimsa.com yang di post oleh seorang
teman di facebooknya membuatku tertarik untuk membaca semua tulisan-tulisan Mba
Himsa yang ada disana. Hingga akhirnya kutemukan Ephemera, dengan membaca
sedikit saja ulasan buku itu membuatku berkata dalam hati “ini mah gue banget”.
Maka saat PO tanpa ragu saya langsung memesan 4 buku sekaligus (dengan membujuk
teman agar mau beli juga.hhe).
Yang special dari Ephemera adalah penuturan bahasa yang
sederhana namun mendalam (dari hati banget), setiap kisah yang dituturkan dibuku
ini bisa dikatakan BUKAN CERITA CINTA BIASA kenapa?... karena di setiap cerita
pasti terdapat pesan moral dan hikmah yang luar biasa, salahsatu hikmah
terbesar yang dapat saya simpulkan dari buku ini adalah “seindah-indahnya cinta
adalah mencintai-Nya dengan meyakini seutuhnya bahwa setiap rasa ; kagum, jatuh cinta,
rindu, cemburu, berharap, nyesek dan patah hati semuanya hanya sementara. So,
dekati saja Dia maka setiap rasa itu ujungnya pasti indah” :-)
Beberapa kutipan yang paling berkesan dari buku ini (untukku
yang dalam masa penantian), “hilang + ikhlas = kembali. Entah dengan bentuk
yang sama atau bahkan lebih baik” kutipan ini semakin meneguhkan hatiku untuk
mengikhlaskan dia yang pernah mengisi ruang hati ”karena cinta yang tak
menyatu barangkali bukan cinta” maka “bisa jadi perasaanmu justru
menjadi penghalangmu bertemu dengan jodoh sejatimu”. Semoga tak berapa lama
jodoh sejatiku bisa segera hadir.Aamiin... Terima kasih Ephemera. :-)
Minggu, 21 Agustus 2016
|
Sehidup Sesurga
Mohon maaf jika judul tulisannya bikin baper, maksud dari
tulisan ini adalah sekedar ingin berbagi mengenai apa yang saya dapat dari
sharing bersama sahabat mengenai memilih teman hidup.
Yang terpenting sebelum memutuskan untuk menikah adalah
meluruskan niat agar benar-benar untuk meraih ridho Allah, dan tentu untuk
seorang akhwat disarankan untuk menyegerakan dengan alasan untuk menjaga diri
terlebih menjaga hati.(sebenarnya ikhwan juga sama saja jika sudah ada niatan
dan sudah mampu lebih baik disegerakan) Karena memang ada hati yang harus
dijaga dan bahwa hati ini memang rawan tergoda, rawan tergelincir hingga bermaksiat. Disatu sisi bahwa akhwat-pun harus
memperhatikan mengenai usia yang tentu berkaitan dengan masa subur, maka jika
sudah ada calon kenapa harus ditunda.
Berikut ini adalah pesan sahabat yang disampaikannya padaku
tadi pagi.
“Jangan menolak ikhwan yang aqidahnya lurus, yang khusu shalatnya
yang menangis ketika membaca ayat-ayatnya, jangan sekedar mencari pendamping
yang memiliki keilmuan yang tinggi namun carilah seseorang yang ilmunya
tercermin dalam akhlaknya. Yang lisannya senantiasa terjaga, mengatakan sesuatu
yang memang penting, perlu dan manfaat saja. Jika ada ikhwan yang demikian maka
insyAllah dia tidak akan menyakitimu. Ingatlah bahwa menikah itu bukan untuk
sehari dua hari, namun sehidup sesurga. Sehingga tidak boleh
terburu-buru pula dalam berproses. Sangat disayangkan ketika saat ini banyak
ihkwan yang bisa dikatakan luas ilmunya namun akhlaknya kurang baik, sehingga tingkat
pendidikan,lulusan luar negeri, ataupun hafidz qur’an tidak seutuhnya jadi
jaminan bahwa dia adalah orang baik.”
“Tak apa menikah meskipun belum khatam/hafal al-quran 30 juz
karena setelah menikah-pun hal itu masih bisa diperjuangkan bersama, yang terpenting
sudah ada tekad untuk sama-sama belajar mencintai Al-qur’an.” begitu tambahnya.
#tidak bermaksud menggurui. Semoga bermanfaat untukmu yang bimbang dalam menentukan pilihan. :)
Minggu, 14 Agustus 2016
|
Dear Anakku
Dear anakku, nak jika nanti kamu memasuki usia sekolah dan
sedang menjalani masa berlibur
Ibu mungkin tidak akan mengajakku berlibur ke taman bermain,
ke pantai ataupun ke gunung
Tapi ibu akan mengajakmu berlibur ke tempat yang sering dilupakan orang-orang kota
tempat kakek dan
nenekmu bekerja setiap hari, yaitu sawah
Di sawah kamu bisa melihat hamparan tanah yang luas, warna hijau yang cantik, awan putih bersih, juga langit biru yang indah
Dan kamu bisa mendirikan tenda, berlari-lari, bermain bola ataupun bermain layang-layang disana
Dan satu hal yang lebih penting dari semuanya, ibu ingin
kamu belajar
Ibu ingin kamu belajar memahami betapa beratnya perjuangan
kakek dan nenekmu, sebagai seorang petani
Ibu ingin kamu mencoba bagaimana memotong padi, memanennya,
ataupun proses menjemurnya
Sehingga kamu menjadi paham bahwa hal itu adalah suatu
pekerjaan yang berat, setidaknya kamu bisa sedikit merasakan bahwa dari pohon
padi sampai menjadi beras itu prosesnya cukup panjang dan penuh pengorbanan
Ibu ingin kamu merasakan perjuangan itu, tetesan keringat
para petani dibawah terik matahari langsung, rasa haus yang mendalam, dan pegalnya tangan yang digunakan untuk memukul-mukulkan padi
Juga syahdunya do'a para petani yang tak
pernah berharap ada hujan ketika masa panen datang
Dari sana ibu berharap kamu tak akan lagi menyia-nyiakan
nasimu meski hanya sebutir karena kamu tahu bagaimana sulitnya beratani dan panen
Semoga kamu berkenan memberi tahu pada sahabat-sahabatmu
akan hal ini ya nak.
Minggu, 07 Agustus 2016
|
Memantaskan Diri
Sinar remang bulan menerobos bingkai jendela yang dibuka lebar-lebar. Hari masih pagi, matahari masih enggan menyibak selimut malam. Embun masih asyik bergelayutan diujung-ujung daun.
Kehidupan
belum sempurna dimulai. Hanya segelintir orang saja yang merelakan matanya
terbuka. Berbagai aktifitas. Entahlah. “akhwat bangun... ayo kita do’a”
suara seorang akhwat diluar kamarku. Tentu suaranya sudah tak asing lagi bagiku
karena dia adalah salahsatu musyrifah yang ada di asramaku, dan aku sudah
mengenalnya sekitar tiga tahun.
Nama gadis
itu adalah Lia. Dulu dia adalah sama seperti aku saat ini yaitu santri. Namun
karena hafalannya yang telah selesai 30 juz dan juga kuliahnya yang tinggal
tugas akhir menjadikan ia diamanahi sebagai musyrifah (pengajar sekaligus
pendamping santri).
Lia adalah
wanita yang selalu bersemangat, bersemangat dalam belajar juga dalam mengajar, apalagi
jika dia bicara gestur tubuhnyapun pasti ikut bicara. Senyuman selalu terukir
di wajahnya, dan diapun senang menyemangati yang lainnya.
Memiliki
paras yang cantik dan kepintaran yang baik membuatnya di di idolakan banyak
laki-laki. Maka inilah ujiannya ketika banyaknya laki-laki yang ingin meminangnya.
Sudah
semenjak semester tiga telah ada seorang ikhwan (laki-laki) yang mendatangi
rumahnya dengan bermaksud mengkhitbahnya. Maka Lia tidak serta merta menerima
maksud dari sang ikhwan, meskipun jika dilihat dari latar belakang dan paras
sang ikhwan bisa dikatakan diatas standar orang biasa. Dan mungkin ikhwan itu
adalah salahsatu laki-laki yang memiliki banyak pengagum perempuan melihat
kesholehan dan amanahnya sebagai ketua BEM di kampus.
“aku ingin
laki-laki yang faqihu fii ddin” ungkap Lia suatu hari padaku. Itulah salahsatu
prasyarat laki-laki idaman Lia (faqihu fii ddin = paham mendalam tentang
agama). Sehingga Lia pun mantap untuk menolak khitbah dari ikhwan high profile tersebut,
karena baginya keilmuan agama lebih diutamakan.
Berjalannya
waktu Lia terus berusaha memantaskan diri, “tidak menerima pinangan sebelum
khatam” begitu prinsipnya saat menghafal alquran. Hingga ujian kembali datang
dengan adanya seorang ikhwan yang bisa dikatakan faqihu fii ddin ketika
dia memasuki hafalan di juz 22 bertepatan dengan kuliahnya di semester 7. Maka
hampir saja dia memutuskan untuk menerima pinangan dari ikhwan yang bertitle
ustad tersebut, namun apa daya orangtuanya ternyata belum merestui, tentu ini adalah skenario terbaikNya.
Maka setelah
kejadian itu Lia beranjak lebih baik dan semakin mendekat kepada Allah swt Sang Pengatur Segalanya. Ditengah-tengah curhatnya Lia bicara padaku “ini adalah buah
dosa-dosaku fa, aku harus banyak tobat”. Semakin hari semakin terlihat
kedewasaannya dan mulai pula Lia mengkaji ilmu-ilmu mengenai pernikahan dan lain sebagainya.
Setelah
mulai lupa dengan ustad yang tak jadi menjadi pendampingnya, ujian baru hadir
lagi ketika dia mulai mantap dengan laki-laki lain yang jadi pilihannya (standarnya tetap : ikhwan faqih).
Padahal saat itu dia telah menyelesaikan setoran hafalan alquran 30 juz, hingga secara
tiba-tiba ikhwan itu memilih berpaling
ke lain hati.
Ujian hati
yang mendewasakan, begitulah sepatutnya. Lia acap kali terlihat menangis
selesai shalatnya, namun dia tetap menjadi gadis yang selalu ceria dihadapan
semua orang. Hingga saat amanah sebagai musyrifah menghampirinya dia benar-benar
totalitas, berusaha bangun sebelum santri bangun, mengontrol kamar dan
keperluan santri, juga mengajar dengan ikhlas mengabdi. Maka akhlak qurani pun
mulai tampak padanya, bahwa dia menjadi orang yang sangat senang berbagi dengan
orang-orang disekitarnya. Mengenai jodoh, Lia benar-benar berpasrah baginya
amanah sebagai musyrifah lebih penting untuk dipikirkan.
“Intangsurullaha yang surkum”
(QS.Muhammad ayat 7) ucap Lia sambil menekan-nekan tangannya ke tembok ketika suatu hari aku bercerita di kamarnya. “jika
kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu” itulah terjemah dari
ayat yang menjadi favoritenya tersebut.
Memperbaiki diri, belajar lebih banyak, dan melakukan yang terbaik
pada bidang yang saat ini di geluti adalah hakikat memantaskan diri bagi Lia. Maka
adakah hal yang lebih indah selain melakukan hal itu?... Meyakini bahwa Allah adalah sebaik-baiknya pengatur kehidupan yang tidak akan pernah mengecewakan hambaNya yang besungguh-sungguh.
***
Sabtu, 06 Agustus 2016
|
MENGGENAPI SEPARUH AGAMA
Menyunting pelangi lelapis warna
Menggenapi mentari dan gerimisnya
Menyeruput penantian
Menantikanmu, penghuni rasa
Memiliki bayangmu seharian
Atau mengejar siluet angan,
Kelak berkesudahan
Pada sahutan kokok ayam pejantan, kita bercengkrama
Tengtang harap, resah, dan turunannya
Selalu percaya
Meyakini abadi semua makna
Setiap penantian, akan ada ujungnya
Sebentar lagi bedug bertalu dihantam
Dan lantunan asmara riuh bersahutan
Ketika puasa menjumpai buka
Pula kita bersua
Pada hamparan sejadah
beriringan
Terspecial untuk sahabatku “Tia Meida Sopian” yang besok
akan menggenapkan separuh agamanya. Barakallahu laka wa baraka alaikuma fii khoir :)
Kamis, 04 Agustus 2016
|
Guruku
Guruku adalah para pecinta Al Qur’an. Penuh ketenangan dan
kerendahan hati. Dimana sepasang mata yang memandang kewajahnya akan selalu
melihat senyum dan sapa darinya. Dunia bukanlah tujuan hidupnya. Harta,
pangkat, kepopuleran tak sedikitpun menyilaukan matanya. Hidup hanya untuk
beribadah dengan ilmu (lillah). Mereka orang-orang yang banyak diam dan banyak
melakukan kebaikan. Yang mereka inginkan adalah “Menghidupkan Al Qur’an
disetiap jiwa”, mencapai kesudahan “husnul khatimah” dan berburu tempat terbaik
di sisiNya. Bahagia mereka adallah jika dapat berbagi dengan sesama, baik
disaat sempit maupun lapang. Kematian adalah yang sering mereka ingat.
Rasulullah adalah yang sering mereka contoh dan Allah adalah yang sering mereka
sebut.
-------
Seperti biasa setiap akhir pekan saya mengikuti pengajian
tafsir bersama ustadzah Hani yang lebih sering kami sebut Bunda.
Ditengah-tengah murojaah kami pada surat ke 46 dan 47. Bunda
berhenti dan menangis “baru kali ini saya dibuat nangis oleh murid, harusnya
guru yang membuat murid-muridnya menangis namun saat ini Bunda benar-benar haru
mendengar bacaan alqur’an kalian, rasanya sangat menyentuh.” Ungkap Bunda
sambil menyeka air mata yang mengalir di pipinya.
“Alqur’an itu terkadang seperti angin yang berhembus,
seperti rintikan air hujan, ataupun terkadang seperti hujan yang sangat deras,
seperti itulah bagaimana ayat-ayat Allah menyentuh hati-hati kita.”
MasyaAllah.... pagi itu untuk pertama kalinya aku melihat Bunda
menangis
Maka akupun teringat pesannya pekan lalu, “kalian harus jadi
pejuang Al-Qur’an, ayo aplikasikan setiap ayat yang telah dihafal” begitulah
ucap Bunda dengan nada menggebu menyemangati kami. Meskipun hafalan kami baru
beberapa juz, namun Bunda selalu menasihati agar kami bisa mengamalkan alquran,
salahsatu cara beliau dalam mengajar adalah dengan menanyai kami ayat yang
paling berkesan dari surat yang sedang dihafal, juga selalu mengaitkan dengan
kisah-kisah yang dialami setiap harinya. Dan aku suka cara ini, karena dengan
begitu kita disadarkan bahwa Alquran memang merupakan solusi terbaik dalam
permasalahan kehidupan.
Semoga Allah senantiasa menjaga dan merahmati Bunda beserta
keluarga. Aamiinn...
Senin, 01 Agustus 2016
|
No Complain
Oke, biar lebih berkah let's start the day with dzikir al-ma'surot and dhuha. (buat yg belum)
Dalam tulisan kali ini saya ingin berbagi materi dari apa yang saya dapat pada kajian ba'da subuh beberapa menit yang lalu bersama ustadzah Ninih Mutmainnah. tentu teman-teman tahu kan siapa beliau? :)
tema pada kajian tadi pagi adalah "Bagaimana Menjadi Pribadi yang Pantang Mengeluh Melalui Shalat Khusu". Simple nya saya berikan judul No Complain (jangan mengeluh)
dari tema tersebut ada dua poin yang jadi perhatian, yaitu bagaimana agar shalat khusu dan bagaimana agar menjadi orang yang pantang mengeluh.
Coba dibuka Al Quran juz 29, surah Al Ma’arij, ayat 19-23.
إِنَّ الْإِنْسَانَ خُلِقَ هَلُوعًا {19} : Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
إِذَا مَسَّهُ الشَّرُّ جَزُوعًا {20} : Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,
وَإِذَا مَسَّهُ الْخَيْرُ مَنُوعًا {21} : dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir,
لَّا الْمُصَلِّينَ {22} : kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat,
الَّذِينَ هُمْ عَلَىٰ صَلَاتِهِمْ دَائِمُونَ {23} : yang mereka itu tetap mengerjakan shalatnya,
MasyaAllah jawabannya ternyata ada di Alqur'an bahwa memang sebuah tabi'at manusia itu adalah suka mengeluh, terkecuali orang-orang yang istiqomah dan khusu dalam shalatnya.
ini nih ada 4 tips agar shalat khusu :
1. Rasakan seolah-olah itu adalah shalat terakhirmu
2. Yakini bahwa shalat adalah sarana komunikasi dengan Allah. Sederhananya bayangkan kalau kita sedang bicara langsung sama Allah, menghadap Rabb semesta alam.
3. Pahami bacaan-bacaan sholat. Maknai dan hayati setiap kalimatnya.
4. Tumaninah (tenang/tidak tergesa-gesa)
Selajutnya, Teh Ninih memberikan tips agar pantang mengeluh :
1. Banyak bersyukur, yakini apapun yang terjadi adalah yang terbaik dari Allah.
2. Selalu berfikir positif
3. Lihat ke bawah, maksudnya kita lihat ke orang yang ujiannya lebih berat, atau kepada orang yang memiliki kekurangan baik dari segi fisik maupun harta.
4. Carilah sahabat yang selalu bersyukur, sahabat yang suka berpikir positif, senang tersenyum dan tak suka mengeluh. Yakin deh kita pun pasti akan tertular aura positifnya. :)
#Selamat mengamalkan. :)
Mengajar dengan Hati
Hari ini aku menyaksikanmu berdiri di depan murid-muridmu
Sungguh sosokmu begitu mengagumkan bagi mereka, hingga
merekanpun tak mau ditinggalkan olehmu
Tulusnya hatimu telah menyentuh hati mereka
Keikhlasanmu akan amanah yang kau emban membuatmu pantas
dicintai
Semenjak amanah yang sama itu hadir padaku, maka akupun
mulai terkagum padamu
Kini ku tahu bahwa kamu adalah sosok muslimah yang begitu
lembut, dan bahasamu nan santun dalam mengarahkan para santri
Senyum manismu senantiasa kau tebarkan pada anak didikmu
Dan indahnya perangaimu tlah memberikan teladan pada mereka
Maka cerdasnya akalmu membuatmu mampu mengendalikan emosi
sewajarnya
Lelahmu pun tak pernah kau tampakkan
dihadapan mereka
Duhai sahabatku dapatkah aku
sepertimu?
Langganan:
Postingan (Atom)