Minggu, 07 Agustus 2016 |

Memantaskan Diri


Sinar remang bulan menerobos bingkai jendela yang dibuka lebar-lebar. Hari masih pagi, matahari masih enggan menyibak selimut malam. Embun masih asyik bergelayutan diujung-ujung daun.

Kehidupan belum sempurna dimulai. Hanya segelintir orang saja yang merelakan matanya terbuka. Berbagai aktifitas.  Entahlah. “akhwat bangun... ayo kita do’a” suara seorang akhwat diluar kamarku. Tentu suaranya sudah tak asing lagi bagiku karena dia adalah salahsatu musyrifah yang ada di asramaku, dan aku sudah mengenalnya sekitar tiga tahun.

Nama gadis itu adalah Lia. Dulu dia adalah sama seperti aku saat ini yaitu santri. Namun karena hafalannya yang telah selesai 30 juz dan juga kuliahnya yang tinggal tugas akhir menjadikan ia diamanahi sebagai musyrifah (pengajar sekaligus pendamping santri).

Lia adalah wanita yang selalu bersemangat, bersemangat dalam belajar juga dalam mengajar, apalagi jika dia bicara gestur tubuhnyapun pasti ikut bicara. Senyuman selalu terukir di wajahnya, dan diapun senang menyemangati yang lainnya.

Memiliki paras yang cantik dan kepintaran yang baik membuatnya di di idolakan banyak laki-laki. Maka inilah ujiannya ketika banyaknya laki-laki yang ingin meminangnya.

Sudah semenjak semester tiga telah ada seorang ikhwan (laki-laki) yang mendatangi rumahnya dengan bermaksud mengkhitbahnya. Maka Lia tidak serta merta menerima maksud dari sang ikhwan, meskipun jika dilihat dari latar belakang dan paras sang ikhwan bisa dikatakan diatas standar orang biasa. Dan mungkin ikhwan itu adalah salahsatu laki-laki yang memiliki banyak pengagum perempuan melihat kesholehan dan amanahnya sebagai ketua BEM di kampus.

“aku ingin laki-laki yang faqihu fii ddin” ungkap Lia suatu hari padaku. Itulah salahsatu prasyarat laki-laki idaman Lia (faqihu fii ddin = paham mendalam tentang agama). Sehingga Lia pun mantap untuk menolak khitbah dari ikhwan high profile tersebut, karena baginya keilmuan agama lebih diutamakan.

Berjalannya waktu Lia terus berusaha memantaskan diri, “tidak menerima pinangan sebelum khatam” begitu prinsipnya saat menghafal alquran. Hingga ujian kembali datang dengan adanya seorang ikhwan yang bisa dikatakan faqihu fii ddin ketika dia memasuki hafalan di juz 22 bertepatan dengan kuliahnya di semester 7. Maka hampir saja dia memutuskan untuk menerima pinangan dari ikhwan yang bertitle ustad tersebut, namun apa daya orangtuanya ternyata belum merestui, tentu ini adalah skenario terbaikNya.

Maka setelah kejadian itu Lia beranjak lebih baik dan semakin mendekat kepada Allah swt Sang Pengatur Segalanya. Ditengah-tengah curhatnya Lia bicara padaku “ini adalah buah dosa-dosaku fa, aku harus banyak tobat”. Semakin hari semakin terlihat kedewasaannya dan mulai pula Lia mengkaji ilmu-ilmu mengenai pernikahan dan lain sebagainya.

Setelah mulai lupa dengan ustad yang tak jadi menjadi pendampingnya, ujian baru hadir lagi ketika dia mulai mantap dengan laki-laki lain yang jadi pilihannya (standarnya tetap : ikhwan faqih). Padahal saat itu dia telah menyelesaikan setoran hafalan alquran 30 juz, hingga secara tiba-tiba  ikhwan itu memilih berpaling ke lain hati.

Ujian hati yang mendewasakan, begitulah sepatutnya. Lia acap kali terlihat menangis selesai shalatnya, namun dia tetap menjadi gadis yang selalu ceria dihadapan semua orang. Hingga saat amanah sebagai musyrifah menghampirinya dia benar-benar totalitas, berusaha bangun sebelum santri bangun, mengontrol kamar dan keperluan santri, juga mengajar dengan ikhlas mengabdi. Maka akhlak qurani pun mulai tampak padanya, bahwa dia menjadi orang yang sangat senang berbagi dengan orang-orang disekitarnya. Mengenai jodoh, Lia benar-benar berpasrah baginya amanah sebagai musyrifah lebih penting untuk dipikirkan.

“Intangsurullaha yang surkum” (QS.Muhammad ayat 7) ucap Lia sambil menekan-nekan tangannya ke tembok ketika suatu hari aku bercerita di kamarnya. “jika kamu menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu” itulah terjemah dari ayat yang menjadi favoritenya tersebut.

Memperbaiki diri, belajar lebih banyak, dan melakukan yang terbaik pada bidang yang saat ini di geluti adalah hakikat memantaskan diri bagi Lia. Maka adakah hal yang lebih indah selain melakukan hal itu?... Meyakini bahwa Allah adalah sebaik-baiknya pengatur kehidupan yang tidak akan pernah mengecewakan hambaNya yang besungguh-sungguh.


                                                     ***


Selamat bagimu yang telah menunjukkan arti memantaskan diri padaku, hingga akhirnya pada detik ini kamu bisa mendapatkan laki-laki terbaik pilihan Allah. Barakallahu laka wa baraka alaika fii khoir #7Agustus2016

0 komentar:

Posting Komentar